Halaman

Kamis, 02 Januari 2014

CERPEN

DEAR SNOW

Entah sejak kapan rasa suka ini jadi semakin besar. Setiap kali ku memejamkan mata ini, bayangan wajahnya selalu terlihat. Aku menyesal mengapa baru kusadari perasaan ini sekarang. Potongan puzzle ingatan mulai ku susun kembali.
“Yuki, Yuki, Yukiiiiiiii!” aku memanggilnya dengan sekuat tenaga.
“Hah! Ada apa? Apakah harus berkali-kali menyebut namaku!?” berjalan malas ke arahku.
                Yuki Shota, laki-laki yang membuatku jatuh cinta. Kami satu kelas sejak tingkat 2 di SMA. Aku tidak pernah menganggapnya spesial. Yah, dalam bentuk nyatanya memang tidak ada sesuatu yang membuat dia menjadi spesial. Badannya tidak terlalu tinggi, wajahnya juga tidak terlalu tampan, akademis juga tidak bisa dikatakan cerdas, tidak terlalu banyak bicara, bisa dibilang orang yang biasa saja. Tempat duduk kami pun terpisah sangat jauh. Ditambah lagi aku yang antisosial, benar-benar tidak menimbulkan kesan. Tetapi hal itu sedikit berubah ketika di tingkat 3 SMA. Tempat duduk kami berdekatan sehingga mulai terbentuk interaksi antara kami berdua.
“Hahaha, aku hanya senang menyebut nama ‘Yuki’. Habisnya nama itu artinya kan salju, dan aku sangat suka salju!” dengan gembira aku menggodanya.
Dia menatapku dengan pandangan kosong, dan mulai berbalik meninggalkanku. Akupun hanya tersenyum melihatnya seperti itu. Sejak aku mengenalnya ternyata dia mempunyai karakter yang sangat unik sehingga aku senang menggodanya. Yang membuatku tambah senang adalah Yuki tetap memperlakukan ku seperti teman-teman yang lainnya. Mungkin kalau laki-laki lain sudah sebal dengan kelakuanku yang seenaknya.
Aku tidak tahu apakah saat itu aku menyukainya atau tidak. Mungkin bisa dikatakan naif, tetapi pikiranku saat itu memang tertutup mengenai cinta. Aku merasakan pahitnya cinta yang kekanak-kanakan. Hanya karena seseorang baik kepada kita, maka kita pun mengannggapnya menyukai kita. Pada akhirnya kesalahpaham itu membuat hati kita terluka. Akupun memutuskan bahwa akan mencintai seseorang yang mencintai diriku. Tetapi sepertinya hati yang beku itu perlahan-lahan hancur oleh kehangatan hati Yuki.
“Hei, Atsuki! Ace kakaknya Luffi mati bareng Shirohige!”, dengan tiba-tiba Yuki berbicara begitu saat aku sedang membaca komik One Piece.
“Iya, dan itu sudah sangat ketinggalan. Aku sedang membaca saat perang Luffy sudah ada di Pulau wanita. Aku ini otaku One Piece , jadi tidak mungkin aku ketinggalan beritanya”, setelah berbicara dengan tegasnya, dia pergi dengan wajah datarnya.
Aku benar-benar bingung dengan tingkahnya itu. Berulang kali dia berperilaku seperti itu saat aku membaca komik. Tetapi lama-lama aku menyadari bahwa itu caranya mengajakku mengobrol. Karena ketika aku sudah membaca komik di kelas, itu tandanya aku merasa terasing karena tidak ada yang mengajakku ngobrol. Yah, Yuki memang sangat baik dengan caranya sendiri. Bahkan dia sangat baik pada diriku yang antisosial ini.
Bongkahan es yang sedikit retak ini akhirnya pecah dan menjadi lelehan air karena suatu peristiwa yang selalu kuingat. Saat itu aku dan Yuki pergi bersama untuk mendaftar masuk Universitas negeri di daerah Chiba. Yuki bersedia pergi bersamaku karena aku tidak tahu bagaimana menuju ke sana.
“Atsuki, jangan jauh-jauh dariku.” dia berkata seperti itu saat kita masuk ke dalam kereta yang menuju Chiba.
Aku yang terbiasa melakukan semuanya sendiri benar-benar terkejut. Yuki memperlakukan diriku sebagai seorang wanita yang patut dilindungi. Yah, saat itupun aku tersadar bahwa aku mencintainya. Sepanjang hari pikiranku tak bisa tenang, aku merasa berkhianat terhadap kebijakanku sendiri. Tetapi perlakuan Yuki terhadapku benar-benar membuat cintai ini semakin meluap.
Aku membuka mata perlahan. Puzzle yang telah tersusun membuatku bertekat untuk menyatakan cinta. Tidak, tidak, aku tidak ingin memaksanya untuk mencintai diriku. Aku tahu bahwa aku tidak boleh terlalu percaya diri kalau Yuki juga mencintaiku. Aku hanya ingin Yuki tahu perasaanku. Aku pun berlari sepanjang lorong sekolah mencari Yuki.
“Yuki, Yuki, Yukiiii kau ada di mana?”, aku berteriak memanggilnya tidak peduli anak-anak lain melihatku. Ah, itu dia, sedang duduk sendirian di bawah pohon sambil memakan roti.
“Ada apa? Mau roti?” dengan wajah bodohnya dia menawariku roti.
“Aku hanya mau bilang sesuatu, yang kalau tidak diutarakan akan membuat kepalaku meledak. Tetapi sebelumnya kau harus janji, kau tidak akan menjauhiku, tetap bersikap biasa terhadapku, kalau kau marah bilang saja biar aku bisa minta maaf. OK!?”
“Hah~, baiklah.” menjawab sambil meremas bungkus roti dan membuangnya ke tong sampah.
“Yuki, aku suka padamu!” aku berkata sambil tersenyum seperti anak kecil.
“Aku tahu. Kau selalu bilang seperti itu. Karena aku salju kan. Memangnya, aku menjauhimu selama ini? Aku sih senang-senang saja kalau ada yang suka dengan namaku. Ayo, masuk kelas. Bel sudah berbunyi.” dia pun berdiri dan mulai berjalan ke arah kelas.
Bukan, bukan seperti ini harapanku. Dia salah paham, aku tidak bisa berdiam diri saja.
“Yuki, bukan nama yang ku maksud. Tapi dirimu, dirimu. Aku suka padamu. Aku tidak meminta dirimu untuk membalas perasaanku. Aku hanya ingin tahu, apakah kau marah dengan perasaan ku ini? Kau sudah janji kan!?”
Yuki pun berbalik saat mendengar pernyataanku, dia pun berjalan mendekatiku.
“Atsuki, kenapa aku harus marah!? Aku kan sudah bilang, aku sih senang-senang saja kalau ada yang suka padaku, mau itu nama, tubuh, rambut, atau diriku. Gak enak banget kan kalau ada yang benci sama kita.” setelah berkata seperti itu dia berjalan kembali menuju kelas.
Aku tidak mengerti maksud perkataannya, tetapi yang jelas dia tidak marah padaku. Itu sudah cukup, karena aku takut rasa cinta ini menjadi sesuatu yang aku sesali. Yah, aku tidak boleh terburu-buru. Aku pun berjalan menuju kelas. Wajahku menjadi memerah bahagia, karena dia menungguku di lorong sekolah.
“Jangan suka bengong di sekolah” katanya tetap dengan wajah datar.
Yuki.....kau memang seperti yuki di musim dingin.


ada sambungannya DEAR SNOW part II
*Yuki = dalam bahasa jepang adalah salju

Terispirasi dari lagu Arashi yang berjudul Dear Snow,

Yuki wa tada shizuka ni maru de anata no you ni
Kono kata ni mai orite sotto hohoemu
Te de furereba kitto kiete shimau kara

Kono mama de hitori me wo toji anata kanjiru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar